5/13/2013

Artikel



TKI Indonesia Terancam di pacung

PONTIANAK, KOMPAS.com - Misnadin (70) dan Sadenah (60) ayah dan ibu kandung dari Sulaimah, tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Dusun Meranti, Desa Puguk, Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, Kalbar hanya dapat tegar mengetahui anak ketiganya akan menjalani hukuman pancung di Arab Saudi lantaran diduga membunuh majikannya. Pasangan lanjut usia (Lansia) tersebut mengharapkan Pemerintah Indonesia meperjuangkan nasib anak mereka.

Lima tahun Sulaimah bekerja di Arab, terhitung sejak akhir 2004 lalu. Hanya sekali kedua orangtuanya berkomunikasi, itupun melalui dua lembar surat yang dikirimkan Sulaimah melalui rekannya yang kembali ke Pontianak. Suratnya dititipkan, dan diberikan ke kami, ujar Misnadin kepada Tribun di temui rumahnya, Rabu (29/4).

Menurutnya tidak sekalipun mereka mendengar suara atau menatap kembali bentuk wajah Sulaimah. Orang yang membawanya ke Arab bilang kalau Sulaimah terkena musibah dituduh membunuh majikannya. Kami disuruh berdoa, jelas Misnadin.

Sontak keluarga besar Sulaimah kaget. Selama 14 hari berturut-turut keluarganya menggelar Yaasinan untuk mendoakan keselamatan Sulaimah.

Kami sempat khataman Al-Quran. Ibunya juga sering membaca Surah Yaasin usai sembahyang Maghrib, ujarnya.

Tidak sampai disitu, untuk meyakinkan dirinya bahwa Sulaimah masih hidup, Misnadin meminta bantuan dukun. Kami cari dukun agar Sulaimah tidak dipancung. Terakhir dukun dari Kabupaten Ketapang memberikan sebutir telur pada keluarga. Telur itu disimpan, jika dalam tiga hari telur tidak pecah maka Sulaimah masih hidup, jelas Misnadin.

Hingga tiga hari berlalu, telur yang diandaikan sebagai nyawa Sulaimah tidak pecah. Hal tersebut memberikan sedikit ketenangan pada keluarga Misnadin.

Walau demikian, kerinduan Misnadin dan Sadenah terhadap anaknya tidak mampu terobati. Sulaimah memiliki dua anak dari dua perkawinannya.

Perkawinan pertama dikaruniai seorang anak laki-laki, dan perkawinan kedua dikaruniai anak perempuan. Kini kedua anak tersebut berada pada kuasa penuh ayah mereka.

Baik Misnadin maupun Sadena berharap pemerintah membantunya. Saya harap bapak SBY mau membantu anak kami. Kalau bisa jangan mayatnya yang pulang kerumah, namun ia dalam keadaan hidup, ujar Misnadin.

Demikian harapan Sadena, yang tidak terlalu fasih berbahasa Indonesia. Saya mau anak saya pulang. Biar saja dia tidak bekerja lagi, ujarnya.


Belakangan, kondisi kesehatan dua lansia tersebut terus menurun akibat memikirkan kondisi anaknya. Saya yakin Sulaimah tidak bersalah. Jangankan membunuh. Saat saya atau suaminya marah, tidak pernah dia melawan, jelasnya.

Misnadin dan istrinya tinggal dirumah sederhana di Kecamatan Sungai Ambawang. Meskipun sederhana, namun tempat tinggal Misnadin terbilang bersih dan asri.

Halaman terlihat bersih, kiri dan kanan rumah dipenuhi pepohonan rindang.
Untuk mencapai kediaman bernomor 90 tersebut, hanya dapat menggunakan kendaraan roda dua dengan menempuh perjalanan sekitar 1,5 jam melewati jalan tanah dari Pontianak.

Jika matahari terik, perjalanan akan lebih cepat lantaran kondisi tanah yang menguat, namun jika hujan mengguyur jalan akan sulit dilewati. Dari beberapa warga diketahui banyak wanita di Kecamatan Sungai Ambawang yang berangkat ke Saudi Arabia untuk bekerja.

Mereka memiliki dua istilah, TKW dan Umroh. Dikatakan TKW jika mereka bekerja dengan menggunakan surat-surat resmi, namun jika dikatakan Umroh, artinya mereka awalnya hendak beribadah Umroh, namun berlanjut bekerja di Saudi Arabia.

Saat dia berangkat dia minta restu dari saya untuk mengizinkannya. Saya bilang saya tidak berhak, sebab dia sudah memiliki suami, jelas Misnadin. Menurutnya, sudah tiga kali Sulaimah hendak berangkat bekerja di Saudi, namun dua diantaranya gagal.

Sulaimah nekat berangkat lantaran ingin memperbaiki kondisi keuangan keluargannya. Disini rata-rata Umroh. Kalau ada orang yang mengajak, maka banyak yang akan ikut. Surat- surat juga diurus di Madura, jelas Taufik, cucu dari Misnadin.

Sekitar tahun 2008 lalu, keluarganya menerima sepucuk surat yang ditulis oleh Sulaimah. Dalam suratnya, Sulaimah meminta maaf kepada keluarga dan suaminya yang ia tinggalkan.

Dari surat yang dikirimkan Sulaimah, ia mengatakan permintaan maaf kepada keluarga besarnya, belum bisa membahagiakan dan tolong anaknya dijaga. Berikut beberapa petikan surat Sulaimah kepada kedua orangtuanya,Gimana keadaan anakku. Kumohon tolong jaga anakku, aku minta maaf soalnya aku enggak pernah nilpon, aku enggak tau no yang di Indo. Tolong bilang sama suamiku, kalau aku masih ada, karena aku dengar aku sudah dibilang mati.

Tolong sama suamiku doakan aku biar cepat keluar. Disini aku punya masalah dan aku nggak bisa ngirim duit dan aku belum pernah membahagiakan keluargaku. Tolong maafkan aku, tolong doakan aku.

Nanti biar aku cerita kalau kita sudah ketemu. Disini aku sering menangis karena ingat terus sama kalian, ujar Sulaimah di beberapa paragraf suratnya. Diakhir surat, Sulaimah membubuhkan alamatnya agar jika surat yang ia tulis telah sampai dapat dibalas oleh keluarganya.


Sulaimah juga sempat mengubungi keluargannya di Pontianak melalui telepon. Hanya saja pembicaraannya saat itu tidak begitu jelas, lantaran kondisi lidahnya yang telah terpotong.

Sulaimah telah mengikuti mahkamah hingga 24 kali. Juru Bicara (Jubir) Departemen Luar Negeri (Deplu) RI, Teuku Faizasyah menyatakan, Arab Saudi menganut hukum kisas.

Jika terbukti Sulaimah terlibat dalam pembunuhan ibu majikannya, maka hukuman pancung akan diberikan.Hukuman pancung dapat dipertimbangkan jika terpidana mendapatkan pengampuanan dari keluarga dekat korban, ujarnya.

Jika keluarga dekat korban telah memaafkan tersangka, maka pengadilan atau kerajaan dapat mengganti hukuman pancung dengan hukuman lainnya.Saya belum tahu pasti seperti apa kasusnya, nanti akan kita coba periksa kembali, janjinya.

Menurutnya pengampunan tersebut pernah terjadi pada kasus pembunuhan sebelumnya. Saat itu, warga Indonesia membunuh warga Indonesia lainnya, dan terdakwa divonis dengan hukuman pancung.(Iin Sholihin/Tribun Pontianak)

Sumber : Persda Network

Sumber: Kompas.Com
http://internasional.kompas.com/read/xml/2009/04/30/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar